Djiroso, warung tongseng dan sate kambing langgananku sejak 2008

Agib Tanjung
5 min readMay 30, 2020

Cocok buat kamu yang suka tongseng dengan kuah gurih ke arah manis dan tak terlalu kental~

Setiap orang tentu selalu punya preferensi sendiri tentang makanan favoritnya, kuliner idolanya. Kalau aku, jujur akan selalu menganggap olahan kambing sebagai ‘peradaban kuliner tertinggi’ urutan wahid selama hidup tiga puluhan tahun ini. Kedua, adalah olahan seafood sederhana (goreng) dari kepiting dan kerang. Ketiga, nasi padang! Kebetulan aku yang memang berdarah Padang tapi lebih dominan Jogjanya ini adalah #TimDendeng, tapi ya rendang juga suka kok.

Nah, tapi di tulisan ini aku akan membahas soal yang kambing saja ya. Untuk yang soal seafood atau nasi padang dengan segala lauk pauknya, semoga bisa aku ceritakan di tulisan-tulisan berikutnya.

Oke, mari kita mulai soal kambing.

Tongseng misalnya, rasa kuahnya bisa bikin lidah kegirangan setengah mati di suapan pertama. Kalau sate, renyah dagingnya tentu saja bisa bikin merem melek. Jika pesan keduanya? Surga dunia namanya. Tapi jangan lupa, kedua menu itu seyogyanya tetap harus tandem sama potongan cabai merah, bawang merah, dan tomat sampai timun segar. Nyos sekali pemirsa!

Selain keduanya, ada lagi menu seperti tengkleng dan gulai misalnya. Kalau yang mau kuah berlimpah, ya bisa sop kaki kambing khas Tanah Abang. Menggelora maksimal, jaminan dunia bahagia selamanya pokoknya.

Ya meski pada akhirnya lidah orang beda-beda ya. Lezat atau tidaknya, ya sebenarnya relatif tergantung selera, ditambah pengalaman sosio kultural seseorang tentang perkulineran. Halah.

Akan tetapi, meski begitu, kendati demikian, selain masalah selera masing-masing orang, itu semua juga kembali lagi pada faktor warungnya. Kalau kokinya tidak piawai dalam mengolah masakan, ya sama aja. Pasti biasa aja rasanya.

Kali ini aku akan menceritakan salah satu warung tongseng dan sate kambing langgananku sejak 2008. Aku pertama mencobanya saat sedang melaksanakan ibadah akademis perkuliahan, Kuliah Kerja Nyata (KKN). Djiroso namanya. Menurutku, ini jadi salah satu dari sekian banyak warung tongseng dan sate kambing terbaik di kawasan Jogja utara.

Djiroso ini letaknya ada di Jl Kapten Haryadi. Ashh, pokoknya Googling aja pasti ketemu. Intinya di Jogja utara, dekat dengan Perumahan Merapi View (sekarang namanya Pesona Merapi). Warungnya persis pinggir jalan, menghadap selatan. Mau ke sana lewat Jakal atau Palagan, bisa. Tergantung dari mana arah berangkatmu. *lho laiyo

Dulu ketika zaman KKN, Djiroso ini jadi warung langganan makan siang sekira seminggu sekali, kalau aku lagi bosan sama katering masakan bu dukuh. Tahun 2008, warung dengan dominasi bangunan dan interior warna hijau ini sering banget ditongkrongi aneka bapak-bapak saat jam makan siang. Tipe bapak-bapaknya pun beragam, dari petani sekitar, PNS kecamatan, hingga om-om kantoran bermobil yang nggak mewah-mewah amat. Ya, intinya warungnya selalu ramai.

Menu andalannya ya standar, cuma tongseng, gulai dan sate kambing. Tapi menariknya, konsumen bebas menambah nasi sendiri sepuasnya. Hati mahasiswa mana yang tak kegirangan menemukan tempat makan seperti ini waktu itu. Apalagi buat anak kos. Ya nggak? Tambah terooossss!

Nah, untuk Djiroso ini, tongsengnya punya cita rasa kuah dominan gurih tapi ada manis rempahnya dikit. Kalau satenya, bisa rikues dagingnya disajikan sudah lepasan dari sunduknya. Kedua olahan ini bisa dibilang istimewa, karena hampir jarang ditemukan daging prengus setiap penyajiannya. Very good.

Belakangan, Djiroso ini punya cabang kedua. Warungnya berada di daerah Tiyasan, sekitar Jalan Kaliurang Km 8 masuk ke arah timur. Silakan Googling saja petanya pasti ketemu.

Aku sudah jajan di Djiroso cabang ini dua kali. Pertama saat otw ngantor sekira tahun lalu, kemudian kedua kalinya bareng sahabat-sahabatku masa kuliah. Aku jajan bersama mereka Sabtu 30 Mei 2020, dalam rangka ulang tahun salah satu dari kami, Kiko namanya. Traktiran gitu deh, ceritanya.

Siang itu, selain Kiko dan aku, ada Tuki, Diwa, kemudian Jodie. FYI, sebenarnya masih kurang satu orang, namanya Brama, yang kini bekerja di Jakarta. Kami berenam sudah punya pertemanan sehat sejak 2005. Kami pesan lima porsi sate dan tiga tongseng. Tak sampai setengah jam, tentu saja langsung ludes tak tersisa.

kiko, tuki, diwa, jodie, dan aku

-

Konon, cabang kedua ini dikelola oleh anak laki-laki pemilik Djiroso. Sedangkan yang cabang pertama di Jl Kapten Haryadi masih di bawah kendali orangtuanya, tepatnya Bu Djiroso *ngarang ding, aku ra ngerti jeneng asline sapa~

Cita rasanya bagaimana? Masih sama. Tidak berubah. Kuah tongsengnya yang berwarna cokelat itu bisa dibilang sedengan. Tidak encer tapi juga tak terlalu kental dan cenderung masih ke arah gurih-gurih manis dikit. Meski sebenarnya aku lebih suka tongseng dengan kuah kental dan manis. Jogja banget ya, lidahku?

Satenya juga tak banyak berubah. Standar. Pembakaran pas. Porsi daging juga sama seperti tongsengnya: Tidak pelit daging.

Keunggulan di Djiroso dari beberapa warung tongseng sate langgananku lainnya, saat penyajiannya Djiroso juga tak pernah pelit lalapan dan cabai. Soal nasi, ya masih sama, ambil sepuasnya.

Seporsi tongseng atau sate dibanderol dengan harga sama, Rp 28.000 beserta nasinya. Harga minum standar, dua-tiga ribuan. Oh iya, di Djiroso ini jeruknya pakai nipis. Bisa bayangin kan, es jeruk nipis segernya kayak gimana?

***

Ya, begitulah, demikian review singkat dari Djiroso. Tapi perlu aku tegaskan, sebenarnya masih ada 1–2 warung tongseng sate yang menurutku masih lebih berbahaya dan lezat daripada Djiroso. Wadidaw.

Kapan-kapan ya, pasti aku tulis. Semoga secepatnya.

Salam kolesterol.. Mbeeekkk!

#31HariMenulis
Sabtu 30 Mei 2020

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Agib Tanjung
Agib Tanjung

Written by Agib Tanjung

budak korporat sebagai penyunting teks, pengampu tim media sosial dan video. kadang menjelma menjadi rockstar saat akhir pekan.

No responses yet

Write a response