Pengalamanku memakai EARIO, earphone lokal kualitas internasional!
Cocok buat kamu yang suka rungon-rungon lagu setiap hari~

Kira-kira sejak zaman kuliah, aku termasuk orang yang sangat gemar mendengarkan musik menggunakan earphone. Ya, buat dengerin lagu saat santai atau ketika ada kebutuhan ngulik lagu (terutama permainan bass di lagu-lagu yang aku suka). Karena bagaimanapun ngulik pakai earphone jelas lebih detail, ketimbang pakai speaker biasa.
Nah, earphone pertamaku seingatku adalah Philips. Lupa seri apa, yang jelas aku membeli seri yang sama sampai dua kali. Pertama karena rusak kedudukan, yang kedua cukup bertahan lama setahunan lebih. Rusak yang kedua kalinya karena bagian kiri tiba-tiba mati begitu saja. Mungkin dia lelah~
Lalu sekitar 2015-2016 aku memutuskan untuk upgrade nih, ceritanya. Aku beli earphone profesional, Audio Technica ATH IM-50. Earphone itu atas rekomendasi sahabat sekaligus drummerku, Bagoes Kresnawan yang sudah cukup lama memakai merek serupa. Tapi setelah aku membelinya, dia malah beli earphone Shure (lupa serinya). Kata Bagoes saat itu, Shure lebih detail suaranya.
Oke. Pokoknya Audio Technica-ku itu cukup bertahan lama, kira-kira hampir tiga tahun. Bahkan selama pemakaian sampai awal 2018, aku sempat servis untuk mengganti kabelnya karena mulai rusak. Oh iya, aku membeli ATH IM-50 di toko khusus audio, Jaben, Galeria (sekarang sudah pindah ke Jalan Sagan).
Hingga sampai pertengahan 2018, akhirnya rusak juga Audio Technica kesayanganku itu. Mau nggak mau aku harus membeli earphone baru. Saat itu pilihannya ya merek yang sama atau mungkin malah Shure.
Tapi, saat itu aku mulai tertarik earphone buatan lokal, buatan Jogja. EARIO namanya.
EARIO saat itu sangat gencar diiklankan oleh seorang kawan pelaku musik Jogja, namanya Uwo. Dia ini terkenal sebagai teknisi cabutan di beberapa grup band Jogja sampai sekarang. Seingatku saat itu, Uwo masih ngekru Mas Carlo Jikustik.
Langsung lah pada saat itu aku menghubungi Uwo dan tanya-tanya soal EARIO. Uwo juga menyarankan aku untuk tanya pada Mas Carlo sendiri.
Kata Mas Carlo kala itu, "Recommended iki, Gib!"
Usai ngobrol ngalor ngidul sama Mas Carlo via WhatsApp, aku langsung dikasih nomor HP owner EARIO langsung, Mas Reza namanya. Tapi karena pekewuh, aku memilih menghubungi Uwo lagi untuk memberi tahu bahwa aku mantap memilih earphone itu. Aku baru menyapa Mas Reza justru setelah membeli EARIO.
Singkat cerita, Mei 2018, aku melakukan COD dengan Uwo. Malam itu aku arahkan dia ke Kadipiro, tepatnya di Rumah Maiyah (markas besar CakNun.com, Kiai Kanjeng dan Letto). Kebetulan malam itu aku memang janjian ketemuan dengan Dhedot (drummer Letto). Kebetulan di sana juga ada Basswara alias Babas (bassis Dharma), Tony Saputro (drummer Endank Soekamti), dan kawan-kawan lainnya.
Ketika Uwo datang, aku langsung membayarnya. Cash!
Kalau tidak salah aku merogoh kocek sampai Rp325.000, untuk EARIO seri Mocopat, Maskumambang. Cukup murah meriah, kan? Karena selain harga aslinya dibanderol Rp375.000 oleh Mas Reza, harga itu jelas jauh banget sama Audio Technica-ku sebelumnya. Intinya aku langsung dapat diskon saat itu. Alhamdulillah *suwun Mas Reza~

Saat itu tentu saja EARIO-ku terpaksa harus dibongkar di sana untuk dikeroyok dicoba bersama-sama. Dhedot dan Tony mengaku senang dengan Maskumambang. Tapi menurut mereka, earphone Shure dan Audio Technica yang mereka pakai saat itu masih terbaik. Okelah tak apa. Sedangkan Babas, tertarik. Mulai mikir ikut membeli juga.
Belakangan, Dhedot dan Tony akhirnya kesengsem juga memakai EARIO. Sampai sekarang EARIO masih menemani mereka saat manggung di mana saja. Hihi~
Menurutku, seingatku Maskumambang itu sangat cukupan kualitasnya. Rasa-rasanya dulu hampir mirip Shure tapi lebih nge-gain sedikit. Tapi kalau mau dibandingkan sama ATH IM-50, ya masih kurang nendang.
Aku memakainya sampai akhir 2018 saja. Sebab saat itu aku mulai tergoda dengan seri terbaru EARIO, Black Edition. Wow! Aku pun langsung chat Mas Reza untuk memesannya. Harga seri Black Edition saat itu dibuka di harga Rp375.000, kalau tak keliru.


Akhirnya, Januari 2019 aku memaksa salah satu kawan kantorku, Bimo namanya, untuk memberi Maskumambang-ku. Saat itu aku menjualnya Rp150 ribu saja. Masih komplet, dengan dua kabel bawaan. Kabel putih untuk mendengarkan musik dengan serius, kabel hitam ada mic-nya yang bisa digunakan untuk telepon. Saat itu kabel hitamnya lebih kerap aku pakai untuk bermain PUBG. Haha!

Usai siangnya aku serah terima sekaligus transaksi dengan Bimo di kantor, malamnya langsung aku COD dengan Mas Reza di salah satu warkop di area ruko Babarsari.
Btw, Bimo temanku ini memang drummer sambilan. Menurutku dia cocok untuk memakai earphone profesional saat ngedrum. Wajar lah, dia juga sesekali bikin cover drum sendiri di studio. Sayang grup bandnya nggak serius. Nggak jalan. Dengan rayuan ala sales mobil, aku berhasil membujuknya untuk membeli Maskumambang untuk lebih menunjang hobinya bermain drum. Suwun lho, Bim~
Alhamdulillah lagi, saat itu aku diberi diskon gila-gilaan lagi sama Mas Reza. Harga Black Edition yang ku pesan itu turun banyak dari harga asli. Tapi sesuai amanah dari Mas Reza kala itu, aku tak boleh membeberkan harganya. Pokoknya murah pol!

FYI, Mas Reza ini memang selalu memberikan pengumuman di akun Instagram EARIO, bahwa dia selalu lebih mementingkan paseduluran, harga teman. Konsep jualannya memang lebih mencari saudara baru.
Tapi dia juga tak akan segan menolak menjual kepada orang yang menurutnya tak pantas memakai EARIO. Edan kowe mas. Salut aku.
Lalu bagaimana dengan suaranya?
YA JELAS LEBIH OKE BLACK EDITION DARIPADA SERI MASKUMAMBANG! *menurutku lho
Di telingaku, Black Edition ini sudah setara dengan Audio Technica ATH IM-50, namun rasanya lebih halus, tone gitar semakin jelas, lebarnya cukup, low-nya juga empuk pol. Dijamin telingamu nggak bakal capek dengerin lagu berjam-jam memakai Black Edition.
Nah, Black Edition yang aku beli itu adalah versi pertama dan masih ku pakai sampai sekarang. Masih sehat walafiat meski tulisan EARIO-nya sampai sudah hilang. Haha!

Setelah seri Black Edition itu, Mas Reza juga tak berhenti berinovasi mengeluarkan seri terbaru seperti Sinom, Mijil, sampai seri 'sultan' namanya Wisanggeni Gugat yang sudah banyak dipakai musisi-musisi Tanah Air. Terutama drummer. Top!
Tapi suatu saat aku juga pengen upgrade Wisanggeni Gugat. Karena selain (katanya) lebih oke suaranya daripada Black Edition, seri ini bisa custom faceplate (bisa rikues tulisan sendiri, misal namamu atau grup bandmu).
Sehat selalu buat Mas Reza dan tim EARIO. Teruslah berinovasi.
Nah, kalau kamu sedang mencari earphone baru, kamu bisa langsung gas mencoba EARIO ini. Kepoin aja akun Instagramnya. Earphone lokal rasa internasional. Harga murah meriah, kualitas suara dijamin megah!
Kalau kamu percaya musik itu adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan, kamu bisa merasakan sensasi berbeda ketika memakai EARIO. Rasanya terkadang seperti mendengarkan apa yang belum pernah kamu dengar. Lagu-lagu favoritmu juga akan lebih terdengar detail dan semakin keluar energinya. Detail instrumen yang sebelumnya tak bisa kamu dengar di earphone lain, kamu bisa merasakannya di earphone karya Mas Reza itu. Coba deh!
Seperti motto EARIO: mendengar adalah jalan, mendengarkan itu menyembuhkan.
—
#31HariMenulis
Kamis 28 Mei 2020