Gendam via telepon itu nyata! Aku kena, Rp 1,4 juta melayang sia-sia
Pengalaman pertama kena tipu, tapi hikmahnya bisa jadi cerita ‘lucu’ buat anak cucu

Kalau mengingat kejadian ini lagi, rasanya perasaan langsung campur aduk. Antara emosi, kagol, tapi yo wis piye meneh, dan tetap meyakinkan diri bahwa ada hikmah di balik tiap peristiwa.
Eh, tapi aku ingatkan sedari awal ya. Tulisan ini tampaknya bakal ruwet dan kemungkinan susah dipahami. Aku menulisnya karena desakan beberapa teman dekat untuk menceritakan apa yang aku alami beberapa minggu lalu itu.
Siap membaca? Yakin nggak bingung dan bosen? Oke, begini ceritanya.
Siang itu adalah Senin 6 April 2020. Pekan keduaku menjalani work from home (WFH) gara-gara corona. Saat itu, jadwal shift-ku memang kejatah piket pagi. Kalau di kantorku, shift piket pagi itu masuk mruput jam 07.00 dan selesai jam 15.00.
Hingga sekira pukul sebelasan siang, smartphone kesayanganku itu berdering. Seperti biasa letaknya ada di samping kanan pojokan meja kerja. Mungkin karena kemrungsung saking hectic-nya ku bekerja, panggilan telepon itu langsung aku angkat. Padahal nih ya, biasanya aku selalu males kalau ada panggilan masuk dengan nomor asing. Karena ya biasanya yang masuk cuma nawarin asuransi lah, produk susu bayi untuk istriku lah, dan sak piturute. Wis intine males.
Agib (A): “Ya, halo,” kataku singkat.
Penipu (P): “Nah, halo mas Agib.. Gek ngopo iki? Sibuk ora?”
A: Sopo yo iki?
P: Wah, iki.. Mosok lali to? Wong saben dina kerep ketemu lho..
Yak, si penipu itu ternyata tahu namaku. Dan kemudian dia memancingku untuk menebak identitasnya. Ini kesalahannya! Aku sebenarnya sudah paham modus-modus seperti itu sebelumnya. Dan itulah awal jebakan mautnya. Dia memancing, kita menjawab, dan untuk seterusnya dia bisa memainkan dengan mudah psikologis kita. Tapi ya itu tadi, balik ke situasi awal. Mungkin karena aku memang lagi ribet-ribetnya dengan pekerjaanku, hingga benar-benar tak sadar mengikuti permainannya. Hasshhh, asulah!
Wis, tak lanjut ya?
A: Oalah, Lik Pandi po?
P: Naaa, ngono wae lho ndadak ora kenal. Iki aku ganti nomer mas.. Sing biyasane wis ora aktif.
A: Piye lik, piye? Ono opo?
Dari situlah aku sudah mulai masuk perangkapnya. Lha tapi aku akui, suara si penipu ini memang persis dengan Lik Pandi yang kerap ku temui dua sampai tiga kali dalam seminggu. Lik Pandi ini adalah penjual angkringan yang berjualan tiap malam di halaman Pasar Gentan. Aku sudah menjadi pelanggannya sejak 2017. Sering mampir melepas lelah dengan teh nasgitelnya usai pulang kerja.
Pembicaraan selanjutnya adalah, si penipu yang mengaku sebagai Lik Pandi itu tadi mengaku sedang berada di pom bensin yang juga tak jauh dari Pasar Gentan. Aku pun juga kerap mengisi bensin di sana.
Katanya, dia baru saja menemukan tas kulit hitam di kamar mandi usai buang air kecil. Di dalam tas itu ada dua gepok uang, masing-masing gepokannya bernilai Rp 10 juta. Kemudian dia juga menjelaskan isi barang lain yang ada di tas itu. Ada HP merek Samsung, buku tabungan, kartu ATM atas nama bla bla dan seterusnya. Lalu apa yang terjadi? Si penipu itu katanya mengalami hal tak mengenakkan di SPBU itu. Dia ditahan oleh beberapa karyawannya.
P: “Ngene mas.. Aku njaluk tulung. Catet wae sik, iki ning tas isine apa wae,” kata penipu yang sekali lagi aku yakinkan pada kalian, suaranya memang mirip bener sama Lik Pandi. Fak tenan, aku wis kadung percoyo!
Instruksi dari si penipu itu pun aku lakukan. Aku segera meninggalkan laptopku dan mengambil secarik kertas beserta spidol kecil. Aku catat semua yang ada di dalam tas itu sesuai arahannya.
Singkat cerita, si penipu itu merasa tidak terima ketika berniat menitipkan tas itu kepada pihak pom bensin. Kata dia, penemuan tas berisi banyak uang itu akan diambil alih oleh para petugas SPBU dan akan dibagi-bagi saja daripada disimpan, atau daripada dilaporkan pada kepolisian. Toh, nggak jelas juga punya siapa. Kalau pun ada orang yang nanti datang mencari, bilang saja nggak ada. Sebab menurut mereka di SPBU itu juga belum ada CCTV-nya.
P: Aku ki wis niat mbalekke, nitipke. Tapi kok karo mereka meh didum bareng-bareng. Yo gak iso ngono carane. Akhire aku memberanikan diri ngomong karo mereka, tas kuwi nggone ponakanku. Aku menjamin itu pada mereka.
A: “Lha terus, aku kon kepiye lik?” tanyaku yang sudah mulai bingung.
P: Aku ngomong karo petugase, aku iso njamin, sing nduwe tas iki aku kenal. Tas iki tak aku-aku nggone ponakanku. Nah, aku njaluk tulung yo mas. Mengko nek petugase ngomong kroscek karo Mas Agib, langsung wae ngaku nek Mas Agib kuwi ponakanku, sing nduwe tas iki.
Sudah mulai pusing dan malas membacanya? Ya, sebenernya sih, aku aja mulai pusing dan tiba-tiba kesel nulis.
Wis ya, lanjut wae. Tak persingkat.
Kejadian selanjutnya adalah aku juga dipindah obrolkan beberapa kali dengan laki-laki bersuara berat yang mengaku sebagai kepala pimpinan pom bensin itu. Dari situ mulailah aku tidak sadarkan diri detail-detail adegannya.
Intinya, pihak SPBU percaya kalau aku adalah ponakannya Lik Pandi. Namun mereka memintaku bukti untuk menyebutkan apa saja isi barangnya (tentu saja aku bisa jawab, karena di awal pembicaraan telepon, aku sudah mencatatnya atas instruksi itu si penipu itu tadi). Kemudian mereka juga meminta ‘uang damai atau uang tutup mulut’, namun cukup dengan uang pulsa saja.
Dari situ, psikologis kita sudah gampang dimainkan oleh mereka. Dan sekali lagi aku tekankan, sayangnya aku mendadak lupa dengan detail kronologinya sampai-sampai aku bisa melakukan transfer pulsa sebanyak empat kali.
- Pertama aku transfer Rp 100.000
- Kedua aku transfer Rp 300.000
- Ketiga aku transfer Rp 500.000
- Keempat aku transfer Rp 500.000
Lalu totalnya? Ya sudah Rp 1,4 juta. Waw~
Dan semuanya itu aku lakukan tanpa kesadaran. Los banget, cal cul cal cul duit. Edan tenan!
Itu pun aku sadari setelah menutup telepon dan secepat kilat mengecek M-Banking.
Jadi gimana? Ini termasuk gendam apa bukan? Lha wong aku ora sadar blas e.. Asui :(
Bukan lagi modus penipuan iming-iming dapat hadiah, tapi cukup dengan permainan cerita mereka yang akan membuat kita bingung, lalu dengan mudah kita akan mengikuti alur mereka. Secara tak sadar pundi-pundi rupiah dari rekening kita sudah hilang tak berbekas.
Yang paling ku ingat dari akhir kejadian itu, aku merasa sadar ada yang tidak beres ketika mendengar suara adzan dzuhur. Saat adzan berkumandang tiba-tiba aku merasakan pusing. Di momen itulah aku reflek menutup sambungan teleponku pada mereka. Sadar kena tipu, kepalaku terasa nggliyeng dan sekitaran pergelangan tangan menjadi sedikit gemetaran. Kebingungan jelas iya, sambil mengingat-ingat apa yang baru saja aku alami.
Kata istriku, beberapa menit setelah sadar aku kena gendam, mukaku terlihat sangat pucat, wajah sedikit memerah, dan keringat bercucuran seperti selayaknya aku habis manggung. Gembrobyos. Kok iso yo?
Belakangan aku diberi tahu oleh beberapa temanku yang macak intelijen, modus seperti itu memang sekarang kerap dipakai untuk menipu dan menggasak uang dengan cepat. Salah satu temanku juga sempat melacak nomor orang yang menipuku. Kata dia lokasinya berada di sekitaran Lubuklinggau, Sumatera Selatan.
Lalu bagaimana dengan Lik Pandi yang asli? Ya jelas aku memastikannya. Beberapa menit setelah sadar tertipu, aku langsung meneleponnya (karena sudah akrab, tentu saja aku sudah punya nomor HP-nya).
Nah, saat itu nomor ponselnya diangkat oleh istrinya dan ternyata Lik Pandi memang ada di rumah. Dia baru bangun tidur karena baru pulang menutup angkringannya sekira pukul dua dini hari.
“Wis, mati aku. Keno gendam tenan cah.. Pait,” begitu batinku saat itu.
Pertama kali seumur hidup. Kena tipu uang, via telepon pula. Nilai uangnya mungkin nggak seberapa, tapi tetap mangkel -kok bisa, aku tertipu dengan mudahnya-.
Semoga ini tak terjadi pada kalian ya. Tetap waspada dan kaya raya.
Sekian pengalamanku yang mungkin tak seberapa ini. Terima kasih ku ucapkan atas atensinya, ketika kamu sudah mau membacanya sampai selesai~
—
#31HariMenulis
Sabtu 2 Mei 2020