SOEKAMTI GOES TO PAPUA, buku yang aku edit di tahun 2017
Karya Mas Iwan Pribadi alias @temukonco saat masih bersama Endank Soekamti~

Buku ini ditulis oleh Iwan Pribadi. Saat itu Mas Iwan masih menjadi manajer di Euforia Record, label rekaman mandiri milik Endank Soekamti. Kebetulan, buku ini juga jadi salah satu karya yang masuk dalam album ke-8 Endank Soekamti ‘Salam Indonesia’ yang rilis pada 2017 silam.
Alhamdulillah, ketika itu aku dimandati langsung oleh Mas Iwan untuk membantu menyelesaikan buku ini. Ya apa lagi kalau bukan suruh ngedit tulisan-tulisan Mas Iwan yang jumlahnya ada 30 bab itu. Ha!
Buku ‘SOEKAMTI GOES TO PAPUA’ ini berisi tentang catatan perjalanan tim Endank Soekamti yang melakukan pembuatan album ke-8 di Papua. Mas Iwan kebetulan ikut ke Papua dan menulis catatan harian anak-anak Endank Soekamti rekaman selama 30 hari. Top!

Meski tebalnya sampai 333 halaman, buku ini menurut saya memang keren. Dulu buku ini di-bundling dengan bokset album ‘Salam Indonesia’, tapi tak lama kemudian buku itu akhirnya dijual terpisah. Sampai sekarang juga masih dijual kok, kalau kamu penasaran dan ingin membelinya. Silakan hubungi Mas Iwan atau langsung ke anak-anak Endank Soekamti juga boleh. Pokoknya buku ini layak jadi koleksi.

Saat ini Mas Iwan sudah tak lagi ngantor bareng Euforia dan Endank Soekamti. Tapi dia masih aktif menulis di blognya (temukonco.com) dan tetap aktif berselancar di Twitter-Instagram dengan akun @temukonco maupun Facebook dengan nama Iwan Pribadi. Bahkan belakangan Mas Iwan juga merambah konten podcast. Cuma sayang, aku belum sempat jadi bintang tamu untuk diwawancarinya. Halah~
Btw, selain mengedit, tentu saja aku juga kebagian jatah mengisi kolom Kata Pengantar. Pengalaman pertamaku juga tuh, ngedit buku sekaligus sok-sokan ngasih tulisan pembuka gitu. Ya tapi itung-itung nambah portofolio lah. Cihuy!
Mau tahu isinya? Oke, silakan membaca.
—
Kata Pengantar
Barangkali kalau boleh menyebut band Indonesia yang sekarang lagi segar-segarnya, produktif dan selalu kreatif secara makro, itu cuma Endank Soekamti. Band pop punk kota gudeg ini menurut saya memang sudah membuktikannya.
Kenapa saya menyebut makro? Karena secara konteks saya pribadi, mau tak mau memang sekarang Endank Soekamti sudah menjadi band nasional, meski masih selalu berinovasi dengan gaya berkarya band-band indie pada umumnya. Kalau pun mau berbicara yang mikro, masih banyak sih, band-band serupa Endank Soekamti yang juga super kreatif dalam berkarya, meski tak banyak dilirik dan diketahui khalayak ramai karena memang kontennya tidak atau mungkin belum (mau) menasional.
Seingat saya, awal mula kesuksesan makro Endank Soekamti berada di Angka 8. Pada album yang dirilis pada 2012 silam itu, mereka mulai mencoba meninggalkan zona nyaman, di mana saat itu Erix dkk berani melakukan terobosan baru dalam beberapa hal yang bisa dibilang sangat menginspirasi teman-teman musisi di Tanah Air.
Kala itu rekaman album mereka kali pertama dikonsep secara karantina. Berlokasi di Semarang, lalu mengunggah rutin video harian kegiatan rekaman mereka di kanal YouTube, dan mencoba menjual karya album Angka 8 dengan kemasan bokset. Selain hasil penjualannya dahsyat secara nominal, waktu itu Endank Soekamti secara tidak langsung bikin sebagian besar pegiat musik di Indonesia mulai penasaran dengan apa yang mereka lakukan.
Istimewanya di album ini adalah proses kreatif mereka menjadi berlipat ganda. Menurut saya, sangat jarang ada band yang melek soal dokumentasi teks panjang saat penggarapan album studio, terutama di Indonesia. Yang standar dan paling banyak dari band lainnya mungkin selama ini cuma kumpulan artwork kece, video dokumentasi, bahkan sampai rilis fisik kaset pita dan piringan hitam. Kali ini tidak. Endank Soekamti membuat terobosan baru lagi dengan catatan perjalanan kegiatan rekaman album menjadi buku.
Bagi saya, secara tak langsung mereka mengedukasi Kamtis Family lewat buku ini untuk kembali rajin membaca. Iya, membaca. Gimana nggak, sekarang pun rata-rata anak muda alias generasi millennial, generasi z atau apalah itu, menjadi sangat malas membaca buku gara-gara udah kecanduan sama gadget-nya masing-masing. Semoga sebagian Kamtis Family di seluruh penjuru bumi nggak seperti demikian.
Sebab menurut data dari Duta Baca Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Data terbaru menyebut dari 61 negara, Indonesia kini menempati urutan ke-60 terkait dengan minat baca. Artinya di Indonesia jumlah orang yang gemar membaca hanya mencapai 0,01 persen per tahun.
Catatan perjalanan karya Mas Iwan Pribadi ini menurut saya sangatlah menarik untuk dilahap sampai halaman terakhir. Mas Iwan sangat jenius mendeskripsikan hal-hal kecil yang terjadi pada kegiatan Endank Soekamti selama kurang lebih 30 hari di Papua kemarin.
Tak melulu soal kegiatan rekaman, Mas Iwan ternyata juga piawai menyisipkan banyak wawasan tambahan, terutama yang baru saja dia dapatkan selama di sana. Ada soal sejarah, info masyarakat lokal Papua, kuliner dan tentu saja dengan perilaku unik anak-anak Endank Soekamti yang tak banyak diketahui banyak orang.
Akhir kata, semoga buku ini bisa menambah ‘rasa baru’ untuk album Endank Soekamti yang ke-8. Dan semoga buku ini tak hanya bisa dibaca oleh Kamtis Family saja, namun teruntuk semua orang yang gemar membaca buku, mencintai musik, dan yang tentu saja mencintai kekayaan alam Tanah Air kita semua.
Salam Indonesia!
Agib Tanjung ‘Kamtis Pertama Sedunia’
(Sehari-hari bekerja menjadi wartawan dan menjelma menjadi musisi di akhir pekan)
***
Eh, tapi kok di belakang namaku bisa ada julukan ‘Kamtis Pertama Sedunia’ gitu? Kok bisa?

Tenang. Kalau kamu penasaran, rencananya cerita itu memang akan aku tulis di catatan selanjutnya. Oke sip.
Terima kasih sudah mau membaca sampai selesai. Sampai jumpa!

—
#31HariMenulis
Jumat 15 Mei 2020